Sehari di Kota Hida Furukawa


Hpku berdering meneriakkan alarm. Masih menahan kantuk kumatikan alarm bernada mustwakeup. Jam 5 pagi. Dengan mengumpulkan sisa tenaga, kusibakkan selimut dan sprei yang bertumpuk tumpuk. Berbaring dengan tatami ala jepang belum membuat punggungku merasa lurus sempurna. Sisa kecapaian semalam masih terasa oleh badanku.

hida2

Tadi malam aku telat check in jam 10 malam lewat. Aku tertahan lama di stasiun takayama. Hpku mati. Aku kehilangan petunjuk menuju hostel. Kucari peta kota di dinding stasiun. Barangkali aku menemukan petunjuk disana. Argh. Kenapa aku tak menulis alamat hostel di notes. J Hoppers hida takayama. Itulah nama hostelku. Seingatku hostel yang aku akan inapi, hanya tinggal lurus saja dari pintu keluar. aku mencoba mengingat-ngingat. Masalahnya exit yang mana akan kupakai. Kugunakan instingku. Toh kalau aku tersesat, aku bisa bertanya dengan orang lokal.

Kupanggul ranselku. Wusss. Angin malam sungguh menusuk tulang. Aku mengigil di persimpangan lampu nerah. Jam 10 malam suhu di takayama lebih dingin dibanding tokyo. Tak ada kendaraan yang lewat. Kota takayama bagai kota mati. Tidak berani aku menyebrang sebelum lampu membolehkan aku menyebrang. Ini bukan indonesia. Pikirku. Aku tak tahu apakah menerobos lampu merah bagi pejalan kaki adalah suatu pelanggaran di jepang saat saat sepi begini. Mungkin pelanggaranku bisa terekam oleh cctv. Mungkin polisi yang kebetulan melihat adeganku dari rekaman cctv tak terlalu ambil peduli. Entah. Tapi aku sebisa mungkin untuk tidak melakukan pelanggaran apapun di negara yang aku kunjungi. Aku takut pelanggaranku akan diasosiasikan kepada warga negara indonesia lain bahwa pelanggaran seperti itu suatu kelaziman bagi bangsaku. Sama seperti halnya ketika aku pergi ke toilet toilet umum di jepang dan tak sengaja menemukan sebuah peringatan kertas di dalam toilet berbunyi “mohon untuk tidak memasukkan kaki ke atas wastafel” . Peringatannya menggunakan bahasa indonesia lagi. Seolah merujuk perbuatan buruk tersebut diasosiasikan ke warga negara indonesia yang berkunjung ke jepang entah sebagai turis atau pelajar. Aku tahu mereka yang mencuci kaki sebenarnya ingin berwudhu. Tapi di jepang, perilaku ini dipandang kebiasaan yang buruk. Kadang kalau aku lupa membawa botol air untuk membasuh kaki di toilet, yah aku melakukannya juga, tapi menunggu kondisi toilet benar benar sepi, tak ada seorangpun selain saya.

Akhirnya kutemukan juga hostelku. Tak jauh dari lampu penyebrangan. Ketika aku tiba di depan hostel, kulihat bentuk bangunannya yang bergaya khas jepang. Persis seperti yang aku lihat di film always : the third sunset. hostel ini tidak menempati lahan yang luas dan meninggi tiga lantai ke atas.

Kugeser pintu lobby hostel. “Konbawa”ucapku.

Seorang reception berteriak senang ke arah teman disebelahnya.

“Apakah anda yang bernama Indra”. kata mbak reception yang lagi berjaga.

“Yes”.

“Akhirnya kau datang juga. Sesungguhnya aku dari tadi ingin pulang ke rumah. Tapi kulihat masih ada satu tamu belum datang. Jadi aku menunggumu.”

Aku meminta maaf kepada keduanya. Sungguh aku merasa tak enak hati. Setelah proses check in selesai, salah satu dari mereka mengajakku hostel tour mengenai letak dapur, shower, toilet dan yang terakhir adalah kamarku. Kemudian mbak reception tadi memberiku kunci kamar seraya mengucapkan selamat tinggal.

“oyasuminasai”

selamat tidur.

Aku tak tahu apakah jam 5 pagi di takayama sudah memasuki waktu subuh. Yang terpenting aku menunaikan kewajibanku. Aku bergegas mandi menuju shower room. Untuk 3 lantai hostel ini, tamu hanya bs mandi di shower room yang terletak di lantai 1. Dan akupun antri. Selesai mandi, balik kamar, merapikan selimut kuambil hape, kamera saku dan kartu JR pass. Sepertinya aku telat 15 menit dari jadwal kereta pagi yang akan membawaku ke kota kecil Hida Furukawa. .

Sesampai di stasiun takayama, aku bergegas menuruni eskalator. Kereta selanjutnya pun tak terkejar, karena begitu aku sudah tiba di bawah, kereta berangkat lagi. Jadi terpaksa aku harus menunggu kereta berikutnya. Tak menunggu lama kereta pun datang. Aku segerbong dengan siswa siswi jepang yang hendak berangkat sekolah. Kebanyakan mereka memilih berdiri dan bercanda dengan temannya. Tak cukup banyak penumpang. Pemandangan yang kontras dengan suasana kereta pagi di tokyo. Jam tujuh pagi jangan harap di tokyo mendapatkan gerbong kereta yang bisa selega ini.

Kereta kemudian berangkat. Dari jendela kulihat kota takayama tak begitu luas. Dia tak ubahnya kota pegunungan seperti kota batu. Kota yang terpasung di sebuah lembah. Pemandangan kemudian berganti dengan sawah. Sepertinya bukan sawah tetapi lebih mirip tegalan. Aku tak yakin itu sawah. Karena baru memasuki awal musim semi, tegalan itu masih menganggur. Hanya petak greenhouse kecil yang masih beraktivitas. Sementara di kejauhan dataran tinggi hijau dengan kontur berbukit bukit. Bunga bunga sakura baru merekah menghiasi pinggir pinggir bukit seolah tampak seperti benteng pertahanan. Dibawahnya menghampar lembut sungai yang arusnya tak begitu deras. Musim semi di takayama begitu berbeda. Tak pernah aku merasakan sebuah keindahan pagi ini yang begitu harmoni. Ritmis dan penuh kedamaian.

Jam 7.30 aku turun di stasiun hida furukawa. Aku satu satunya penumpang yang turun di stasiun ini. Kalau anda penggemar film kimi no Na wa, stasiun ini menjadi salah satu latar film ini. Aku juga baru tahu ketika aku baru ketika menulis catatan ini. Di peron hanya ada satu petugas. Kukeluarkan hape dari sakuku. Kutunjukkan kepada petugas tersebut sebuah screenshot tempat wisata di kota ini. Untungnya si petugas masih bisa sedikit berbahasa inggris. Dia kemudian memberiku peta.

“Apakah ada bus kota disini”

Anda tidak memerlukan bus kota untuk menuju tempat ini. Ini tidak begitu jauh. Hanya 700 meter jalan kaki.

It’s ok. 700 meter like a piece of cake”ucapku dalam hati

“Ok sir. Is available the next train at 9.30??

“Sure”

Keluar stasiun, jalanan lengang. Belum ada aktivitas warga. Toko toko masih tutup. Aku mempercepat langkahku. Trotoar bagai jalan kecil milik pribadi. Di atas langit sinar matahari tampak menyemburat malu di atas kota. Hida Furukawa masih belum bangun dari lelapnya. Tak ada warga yang berolahraga pagi. Atau sekedar jalan santai bersama anjingnya.

Kuraba leherku yang mulai menderaskan keringat. Berkeringat di musim semi memang menyejukkan. Andai indonesia memiliki musim semi, mungkin aku akan lebih sering melakukan aktivitas olahraga lari. Karena ketika musim semi, keringat sekejap akan menjadi seperti butir air yang baru keluar kulkas. Nikmatnya seperti ketika berolahraga di siang terik matahari, lalu kulit tanganmu disentuh dengan benda kaleng yang baru keluar dari kulkas. Oh begitu segarnya. Nikmat mana lagi yang didustakan.

Hida furukawa merupakan salah satu kota tradisional di jepang yang masih lestari. Rumah rumah bersejarah hida berpadu dengan jalanan kuno yang di pinggirnya bs ditemukan warung sake. Beberapa rumah memiliki semacam ruang yang dijadikan untuk menjual barang fancy seperti kerajinan tangan, pot dan baju tradisional. Ada yang tahu artinya hida?? di prefektur gifu aku kerap menemukan tulisan nama hida. hida beef, hida takayama, dan hida2 yang lain. Kalau di antara pembaca tahu artinya hida, bisa comment below ya 🙂 . Kota Hida furukawa memiliki 2 festival budaya yang terkenal di jepang yaitu Santera Mairi festival pada bulan januari dan okoshidaiko festival pada bulan april. Santera Mairi adalah festival lilin yang diadakan setiap tanggal 15 januari. Pada festival ini masyarakat akan membawa lilin sambil berziarah ke tiga kuil yang terkenal di kota ini. Pada era meiji dan taisho dulu, banyak sekelompok remaja wanita melintas dari nagano ke gifu untuk mencari sutra dan membuat pakaian disana. Bila datang tahun baru, remaja wanita akan kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan kimono sekalian berziarah ke tiga kuil di hida furukawa. Nah di hida furukawa, mereka bertemu dengan sekelompok pria di kanal kanal sungai yang membelah kota hida furukawa. Karena itu festival Santera mairi merupakan juga festival untuk mendapatkan kesuksesan dalam relationship. Di kota ini terdapat toko lilin yang telah berjalan selama 7 generasi. Toko ini lumayan terkenal selain sake brewery shop. Biasanya turis mengunjungi tempat ini sekalian melihat proses pembuatan lilin. Sayangnya waktu itu aku terlalu pagi datang ke kota ini. Padahal disini banyak rumah rumah yang ruangannya jadi semacam art gallery dan juga old store yang menjual sake brewery.

czMjYXJ0aWNsZSM1NTE4OSMxOTUxMjQjNTUxODlfSkpudVJtd01WTi5qcGc

Walk santera mairi. Courtesy picture from https://www.moshimoshi-nippon.jp/84841/czmjyxj0awnszsm1nte4osmxotuxmjqjntuxodlfskpudvjtd01wti5qcgc-2

czMjYXJ0aWNsZSM1NTE4OSMxOTUxMjQjNTUxODlfb0RwVXJCelZpeC5KUEc

https://www.moshimoshi-nippon.jp/84841/czmjyxj0awnszsm1nte4osmxotuxmjqjntuxodlfskpudvjtd01wti5qcgc-2

Festival kedua yaitu festival okoshidaiko. Festival ini merupakan festival besarnya kota hida furukawa. Seperti namanya okoshidaiko dalam bahasa jepang adalah drum raksasa. Jadi pada festival ini akan ada banyak pria yang hanya mengenakan fundoshi menabuh drum dan diarak ke jalanan. Tau kan fundoshi…celana dalam pria jepang. Makanya ada yang bialng festival okoshidaiko ini merupakan festival naked dijepang. Festival ini diadakan setiap tanggal 19 april. Sewaktu dari stasiun aku menemukan selebaran tentang pengumuman festival ini. “hm 3 hari lagi. hari ini tanggal 16 april”. Yang jelas aku tak bisa menonton festival ini.

Tak sampai 20 menit aku berjalan, akhirnya aku tiba di tempat yang selama ini aku cari. Ini adalah sebuah gang panjang yang di sisinya mengalir kanal selokan yang bersih. Yah kota hida furukawa terkenal dengan kanal airnya yang bersih. Sebenarnya di jepang terdapat beberapa kota yang mendapatkan predikat water city. Hanya karena aku kebetulan berada di takayama prefektur gifu, aku mencoba sekalian satu dayung dua tiga pulau terlampaui. Dan hida furukawa adalah kota yang terdekat dari kota takayama. Sebenarnya banyak tempat wisata menarik di prefektur gifu yang terdekat dengan takayama. Yaitu kota gero. Kota gero ini sudah terkenal sebagai salah satu destinasi onsen tradisional. Menariknya, Disini juga ada onsen gratis yang masih membolehkan pengunjung memakai pakaian renang. Hanya karena aku tak memiliki waktu banyak dan siang ini aku harus menuju kota shirakawa, maka hida furukawa menjadi pilihan untuk wisata pagiku.

hida6

Disini tidak hanya selokan yang sekedar jernih. selokan ini juga menjadi rumah bagi ikan ikan hias. Rasa anyir pun tidak ada. Tak sedikitpun ragu, ikan ini berasa tenang berenang di selokan ini. Tak takutpun pula ia terkena pencemaran. Yang mungkin bisa mengancam nyawa mereka. Sebagai orang indonesia akupun dibuat takjub dengan pemandangan ini. Boro boro selokan di negara kita bersih, ikan hias pun aku yakin bakal nyungsep di selokan kita. Di kanal air yang aku lewati banyak sekali ikan koi dan nila berseliweran. Rata rata berukuran besar. Pengunjung yang ingin memberi makan untuk ikan bisa membeli di mesin yang menjual pakan ikan.

24-39464

courtesy picture : https://voyapon.com/hida-furukawa-old-town/

Sepanjang pengamatanku, aku melihat pipa pipa pembuangan air rumah dibuang ke selokan atau kanal. Tapi tak ada butir nasi, sisa lauk pauk atau busa deterjen. Entah kemana mereka membuangnya. Apa ada pemisahan water sewage system seperti halnya di kota besar jepang. Tak ada warga yang bisa kuajak bicara utk menjawab rasa penasaranku. Untuk sisa minyak goreng yang tidak terpakai aku pernah melihat bagaimana orang jepang membuat limbah minyak goreng cair ini dipadatkan dahulu sebelum dibuang ke tempat sampah.

hida5

hida10

hida12

hida8

Tak jauh dari kanal yang dialiri oleh sungai setogawa, terdapat bangunan berdinding cat putih. Orang jepang menyebutnya shirakabe dozo. dulunya bangunan ini merupakan tempat penyimpanan seperti granary. Bersebelahan dengan shirakabe dozo terdapat enkoji temple. Salah satu kuil yang menjadi tempat penghormatan untuk ziarah pada santera mairi festival.

Jam sudah menunjukkan jam 9 pagi. Aky harus balij kestasiun. Banyak sudut sudut kota hida furukawa yang belum saya eksplore. Buat kamu yang penggemar film Kimi no Na wa. bolehlah melakukan pilgrimage seperti yang bisa di liat blog ini dan itu.

Dalam perjalanan pulang aku menemukan banyak pohon sakura yang lagi cantik cantiknya mekar. Musim semi di jepang memang indah.

hida13

Diterbitkan oleh Indra

Civil Servant and Independent Traveler

Tinggalkan komentar