Melipir ke Solo (Part 2)


Setelah nyobain timlo di pasar gede, saya jalan kaki menuju jalan sudirman. di sepanjang jalan sudirman kamu bakal menemukan kantor walikota solo. Bangunan pendoponya Joglonya unik. Baru ngeh kalo bangunan kayu ini baru dibangun pasca dibakar ketika megawati tidak terpilih jadi presiden. Kalo liat berita di solo, berita kebakaran entah kenapa kadang selalu menghiasi media. Seolah sebuah kota yang gampang tersulut jika ada gesekan politik. Teman saya si halim bercerita bahwa ketika kerusuhan mei jakarta, Kaum etnis tionghoa di solo ikut terkena dampaknya. Provokator mencoba memancing massa secara sistematis dengan melakukan Pengrusakan bangunan publik, Pembakaran dan penjarahan toko toko. Karena pemilik toko sebagian besar kaum etnis tionghoa maka banyak etnis tionghoa menjadi korban kerusuhan mei 1998. Untungnya keluarga temenku ini masih bisa menyelamatkan diri.

Di jalan sudirman ini kamu akan menemukan benteng Vastenburg. Letaknya sangat strategis. Di luar benteng, saya leyeh leyeh bentar. Tamannya begitu rindang. Dulu taman ini adalah suatu perkampungan. dan salah satu peninggalannya yang masih tersisa yaitu sumur tua di taman ini. Sayangnya cagar budaya ini tidak menjadi aset pemkot solo melainkan aset seorang pengusaha. Sehingga kalau ingin menyelenggarakan kegiatan disini harus izin sama si pengusaha tersebut. Mau masuk saja susah. Pagar Bentengnya dikunci. Begini kalo salah tata kelola, apalagi kalo walikotanya korup, aset negara diperjualbelikan. Kalo denger denger gini saya jadi keki . Benteng Vastenburg ini merupakan pusat pengawasan kolonial belanda untuk memata-matai keraton kasunanan yang letaknya tidak jauh dari benteng vastenburg.

11149331_10206919809464474_4606014269659335335_n

Dari banteng Vastenburg, saya lanjut lagi ke alun-alun di keraton kasunanan. Melewati perempatan Gladag. Ada patung Jend Slamet Riyadi, salah satu pahlawan kebanggaan rakyat solo. Dari Gladag saya masuk ke alun-alun. Entah kenapa kok banyak kios kios disini. mengganggu pemandangan saja. Ternyata pedagang pedagang yang menuh-menuhin alun alun disini adalah pedagang di pasar klewer yang tokonya terbakar api. Alun alun di jawa memang typical. Berbentuk Persegi empat tanpa banyak pohon. kalaupun ada pohon, pasti pohon beringin salah satunya.

Dari Alun-alun saya memasuki gerbang terdepan keraton. Kompleks ini dikenal komplek sasana sumewa. Sayang sayangnya lagi, saya tidak bisa menikmati kemegahan kompleks ini. Lagi-lagi pedagang yang tokonya di pasar klewer menjadi korban kebakaran buka kios kios disini. turut bersimpati mereka. Rasanya kalo dengar pasar terbakar, entah itu di tanah abang atau kompleks perdagangan strategis seperti ada sebuah kesengajaan. ada motif motif tertentu. Entahlah. Selebihnya yang bisa saya amati adalah tempat duduk raja. Disini biasanya merupakan tempat patih atau prajurit menghadap kepada raja.

Sasana Sumewa sendiri adalah bangunan yang berada di sebelah selatan pohon Waringin Gung dan Waringin Binatur. Bangunan besar ini memiliki citra konstruksi atap kampung tridenta (atap kampung berjajar tiga dengan bagian tengah lebih kecil) yang disangga oleh kolom tembok persegi berjumlah 48 buah (sumber wikipedia)

Dari sasana sumewa saya menuju ke Siti Hinggil. Siti Hinggil ini nama lainnya kalo dalam bhasa jawa adalah tanah tinggi. Letaknya memang lebih tinggi daripada sasana sumewa. ketika memasuki siti hinggil ada sebuah batu tempat pemenggalan kepala Raden Trunajaya. Disini saya baru sadar dan ngeh, kalo raden trunajaya yang namanya dielu-elukan masyarakat madura sebagai hero, adalah tokoh pemberontak keraton kasunanan solo.

Bangunan utama di  Sitihinggil adalah Sasana Sewayana yang digunakan para pembesar saat menghadiri upacara kerajaan. Bangunan lainnya  adalah Bangsal Manguntur Tangkil, tempat tahta Susuhunan. Ada pula Bangsal Witono, tempat persemayaman Pusaka Kebesaran Kerajaan selama berlangsungnya upacara yaitu  meriam Kangjeng Nyai Setomi. Meriam yang didapat dari hasil rampasan ketika tentara mataran bertempur dengan VOC di batavia. Ketika mau lihat meriam, saya disemprit sama si halim.

“Jangan nginjak lantai ntar kamu disuruh bayar”

oooooo

Dari siti hinggil saya menuju ke bangunan gerbang berpintu besi. Inilah yang disebut Kori Gapit, yakni pintu gerbang masuk utama istana dari arah Utara. Sebelum mencapainya, saya Nyebrang dulu Jalan Supit Urang. jadi mesti hati hati disini karena banyak motor berkeliaran berseliweran di jalan ini. Dinding istana yang mengelilingi kompleks ini cukup panjang . Dari Kori Gapit ada halaman atau pelataran luas. Biasa disebut kompleks Kamandungan Lor . Disini kamu bisa melihat bangunan kerajaan yang enak dipandang mata dan high value heritage. Sebuah spot yang a must visit place. Ada menara tinggi yang katanya isunya buat raja bersenggama dengan nyi roro kidul. menara ini dinamakan Panggung Songgo Buwono. Beberapa sejarahwan mengatakan bahwa menara ini buat raja untuk mengawasi pergerakan VOC dan rakyat solo. Di zaman itu tidak boleh ada bangunan yang tingginya melebihi Menara ini. Di kamandungn Lor terdapat bangsal bangsal mirip sasana. Ada teras yang dijaga abdi dalem dengan pakaian khasnya. Ketika mau mengambil foto ini, saya disemprit sama halim lagi. Foto mereka harus berbayar. jadi gak boleh sembarangan ambil foto. sebagai gantinya saya foto dengan background mereka. Inipun foto fotonya sambil kucing kucingan. Selain bisa melihat aktivitas abdi dalem, kamu bisa menuju bangsal/sasana tempat penyimpanan koleksi benda mewah milik kerajaan. Ada sasana tempat kereta kencana. Liat-liat kereta mesti berbayar. Tapi yang lebih menarik disini adalah sasana tempat koleksi mobil antik kerajaan. Royal Chrysler Limousine keluaran 1941. Bodi mobilnya masih bagus dan terawat. Konon, mobil klasik dengan plat nomor AD 20 ini adalah made in Amerika, merupakan milik PB XI dan satu-satunya di Indonesia. Special Edition (pesanan khusus), begitu kata si halim. Foto disini berbayar. Entah kenapa keraton solo ini seperti dipetak-petak. setiap tempat berbayar. Di sebelah barat ada bangunan yang mirip musala. Ada yag bilang masjid. entahlah. Nama Masjidnya Paromosono. Dibaratnya lagi ada gudang yang ternyata merupakan tempat kandang kuda kerajaan. Sayangnya waktu itu bangunannya tutup. Entah ada kudanya apa enggak di dalam. Dekat sini ada kediaman rumah raja sekarang. Yang gerbangnya pernah heboh ditabrak mobil.

1513878_10206919808624453_3659080275519087105_n

11248079_10206942873961072_6845170681387690511_n

Dari kamandungan Lor saya menuju kompleks sri manganthi. Untuk mencapainya mesti jalan ke timur. ntar disana ada loket. Lupa berapa bayar tiketnya. Kompleks Sri Manganthi adalah tempat museum yang menyimpan koleksi benda keraton mulai dari memorabilia, pakaian, perkakas dapur dan cerita tentang silsilah kerajaan mataram ini. Kalo nyebut mataram itu luas. Keraton Yogya juga bisa disebut kerajaan mataram karena merupakan pecahan dari keraton solo.

11251168_10206942879841219_869916566698339524_n11133743_10206942877361157_3195662954687566974_n

Dari kompleks Sri manganthi bisa ke kompleks kedaton. Disini harus melepas alas kaki. asli nyeker. Disini baru bisa lihat secara jelas Panggung Sangga Buwana. Disini pasirnya hitam. Asli ngambil dari pasir pantai selatan. Amazing. Pohon pohon tinggi menjulang dan kebanyakan pohon sawo. Hm belum berbuah kayaknya. Ada bangsal tempat penyimpanan gamelan dan tempat menjamu tamu. sayangnya kawasan ini dilarang masuk. ada papan peringatan dilarang menginjakkan kaki. Selebihnya saya mengambil foto patung patung bergaya eropa yang terletak di halaman Kedaton.

11209763_10206942878361182_4830828887478061062_n

Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sudah waktunya salat jumat. Saya pikir keraton kasunanan surakarta hadiningrat ini kecil, Tapi saya kecele. Dari alun alun utara sampe kompleks kedaton merupakan kompleks yang sangat luas. belum kata halim di belakangnya lagi ada rumah/ndalem milik beberapa pangeran yang panjang sampe ke belakang. Di Selatannya ada alun alun kidul yang baru saya jelajahi pas malam hari. Ada kereta jenazah Raja Pakubuwono X , salah satu raja yang pernah membuat solo di banggakan. Beberapa rumah pangeran ada yang tidak terurus, ada juga yang telah berganti arsitekturnya. Ada yang pintu gerbangnya ditutup sehingga kita tidak bisa menebak ada apa di dalamnya. Dibeberapa tempat, Keraton ini sudah banyak menyatu dengan kampung warga. Kampung para prajurit di zaman dahulunya. makanya tidak heran kalo disini sering ada aktivitas kesenian.  Disini saya sangat mengagumi dan membayangkan bagaimana kemegahan keraton ini di zaman dahulunya. Arsitek keraton ini tak lain adalah Pangeran Mangkubumi, seorang pangeran yang menjadi cikal pendiri keraton ngayogyakarta.

 

 

Diterbitkan oleh Indra

Civil Servant and Independent Traveler

Tinggalkan komentar